Showing posts with label Tokoh Islam. Show all posts
Showing posts with label Tokoh Islam. Show all posts

Thursday 2 May 2013

Hayreddin Barbarossa, Si Kapten Berjanggut Merah

Hayreddin Barbarossa Pasha, atau yang dalam Bahasa Turki bernama Barbaros Hayrettin Paşa, dikenal juga dengan Hizir Reis sebelum dipromosikan menjadi tingkatan Pasha dan menjadi Kapudan-ı Derya (Laksamana Armada Utsmaniyyah. Namanya dalam bahasa Barbar adalah Xireddin Barbarussa. Ia adalah seorang pemilik dan pemimpin kapal perang pribadi sekaligus laksamana Utsmaniyah yang mendominasi Mediterania selama beberapa dekade. Dia lahir di Pulau Midili (bagian dari Yunani dan bernama Lesbos) dan meninggal dunia di Istanbul.

Nama aslinya adalah Yakupoğlu Hızır atau Hızır anak dari Yakup. Hayreddin (dalam bahasa Arab Khairuddin, yang mana memiliki arti “kebaikan dalam agama Islam) adalah nama yang diberikan oleh Sultan Sulaiman yang Agung. Dia kemudian dikenal dengan Barbarossa di Eropa, nama yang diwarisinya dari kakaknya Baba Oruç (Ayah Aruj) setelah Oruç terbunuh pada pertempuran dengan Spanyol di Aljazair. Secara tidak sengaja nama ini terdengar seperti “Barbarossa” (Janggut Merah) di telinga Orang Eropa, dan memang beliau memiliki janggut berwarna merah.

Latar Belakang

Hizir adalah satu dari empat bersaudara yang lahir pada 1470an di Pulau Lesbos dengan ayah seorang Muslim bernama Yakup Ağa dan ibunya yang berkebangsaan Yunani, Katerina. Menurut arsip Utsmaniyah Yakup Ağa adalah seorang Tımarli Sipahi; semisal ksatria kaveleri kerajaan Turki, yang mana keluarganya asli dari Yenice dan kemudian pindah ke kota Vardar, tidak jauh dari Thessaloniki. Yakup Ağa adalah satu dari mereka yang ditunjuk oleh Sultan Muhammad Al Fatih untuk merebut Lesbos dari Genoa pada 1462, dan diberikan hadiah perkebunan di desa Bonova sebagai penghargaan karena ikut berperang dalam mencapai tujuan tersebut.

Ayah Hizir menikahi gadis asli Yunani dari Mytilene bernama Katerina, dan mereka berdua memiliki dua anak perempuan dan empat anak lak-laki yaitu Ishak, Oruç, Hızır, and Ilyas. Yakup menjadi pengrajin tembikar yang mapan dan membeli sebuah kapal untuk mendagangkan produknya. Keempat anaknya membantu ayah mereka dalam usaha tembikarnya, namun tidak banyak diketahui informasi mengenai saudara perempuan mereka. Awalnya Oruç membantu ayahnya dengan kapalnya, sedangkan Hizir membantu dalam bidang per-tembikaran.

Karir Awal

Empat laki-laki bersaudaranya ini semuanya berkarir di laut, tenggelam dalam urusan kelautan serta perdagangan laut internasional. Yang pertama terjun dalam karir kelautan adalah Oruç yang bergabung bersama saudara laki-lakinya, Ilyas. Kemudian, dengan membeli kapalnya sendiri, Hizir juga memulai karirnya di laut.

Pada suatu hari, tanpa sebab yang jelas, kapal milik keluarga mereka diserang secara kejam oleh kapal tentera Knight of Rhodes. Dalam peristiwa ini, Ilyas terbunuh. Oruç dan Hizir sangat sedih dengan kematian adik bungsu mereka.

Sejak saat itu, mereka melakukan aksi penyerangan terhadap semua kapal-kapal tentera milik kerajaan-kerajaan Nasrani. Aksi-aksi mereka sangat menggemparkan dan membuat mereka ditakuti tentera Nasrani. Oruç dan Hizir pun kemudian dikenali sebagai The Barbarossa Brothers Pirates karena kedua-duanya berjanggut merah.

Kaum Eropa menyebut Oruç dan Hizir sebagai bajak laut, walaupun tidak ada bendera hitam dan tengkorak yang menjadi simbol bajak laut.

Pada tahun 1492 M, Andalusia yang sejak tahun 756 M dikuasai oleh Daulah Khilafah Islamiyah, jatuh ke tangan Pasukan Salib yang terdiri daripada pasukan gabungan Aragon dan Sepanyol. Dalam peristiwa penaklukan Andalusia ini, berjuta-juta orang Islam dan Yahudi tewas dibantai pasukan yang dipimpin Raja Ferdinand II dari Aragon.

Peristiwa itu mengubah haluan misi dendam Aruj dan Khairuddin menjadi misi Jihad Islam. Berganding bahu bersama sekumpulan militan bangsa Moor, mereka kemudian menyelamatkan puluhan ribu Umat Islam dari Sepanyol ke Afrika utara (Maghribi, Tunisia dan Algeria). Kemudian mereka membina pangkalan pertahanan laut di Algeria untuk menghalang gelombang serangan Pasukan Salib dari jalur Afrika Utara menuju Tanah Suci Palestin.

Khalifah Islam ketika itu, Sulaiman I, mendengar cerita-cerita kehebatan Barbarossa bersaudara. Sulaiman I sangat kagum pada heroisme mereka. Kerana prestasi mereka di lautan, akhirnya Sulaiman I mengangkat Aruj dan Khairuddin sebagai Kapudan Pasha (Panglima Tentera Laut) Khilafah Islamiyyah untuk memantapkan Tentera Laut Daulah Khilafah Islamiyah yang amburadul.

Kapudan-ı Derya dari Angkatan Laut Utsmaniyyah

Pada 1534 Barbarossa berlayar dari Istanbul dengan 80 kapal perang dan pada April dia merebut kembali Coron, Patras dan Lepanto dari tangan Spanyol. Pada Juli 1534 beliau menyebrangi Selat Messina dan menyerbu pantai Calabrian, mendapatkan rampasan sejumlah kapal dari sekitar Reggio Calabria begitu juga dari Istana San Lucido. Beliau kemudian menghancurkan pelabuhan Cetraro dan kapal-kapal yang menepi di sana. Masih pada Juli 1534 Barbarossa muncul di Campania dan merebut pulau Capro dan Procida, sebelum memborbardir pelabuhan di Teluk Napoli. Beliau kemudian mencapai Lazio, memborbardir Gaeta dan pada Agustus mendarat di Villa Santa Lucia, Sant’Isidoro, Sperlonga, Fondi, Terracina dan Ostia pada Sungai Tiber, menyebabkan bel gereja di Roma berdentang-dentang mengingatkan warga Roma untuk waspada. Barbarossa kemudian berlayar ke Selatan, dan mencapai Ponza, Sicilia dan Sardinia, sebelum menaklukkan Tunisia pada Agustus 1534 dan menyebabkan Hafsid Sultan Mulei Hassan melarikan diri. Barbarossa juga menaklukkan pelabuhan yang strategis di La Goulette.

Sultan Mulei Hassan meminta Kaisar Charles V bantuan untuk merebut kembali kerajaannya, lantas pasukan Spanyol-Italia terdiri dari 300 kapal perang serta 24.000 tentara merebut kembali Tunisia begitu juga dengan Bone dan Mahdiya pada 1535. Memahami bahwa perlawanannya akan sia-sia, Barbarossa menyuruh pasukannya meninggalkan Tunisia sebelum kedatangan pasukan musuh, berlayar menuju laut Tyyrrhenian, dimana Barbarossa memborbardir pelabuhannya, kembali mendarat di Capri dan membangun kembali pelabuhan (yang sekarang dinamakan atas namanya) setelah meluluhlantakkannya selama penyerangan ke pulau tersebut. Beliau kemudian berlayar menuju Aljazair, dari sana Barbarossa menyerang kota-kota pelabuhan Spanyol, menghancurkan pelabuhan Majorca dan Minorca, merampas beberapa kapal perang Spanyol dan Genoa serta membebaskan Muslim yang dijadikan budak di sana. Pada September 1535 Barbarossa memukul serangan Spanyol atas Tlemcen (Tilmisan).

Pada 1536 Barbarossa dipanggil kembali ke Istanbul untuk memimpin komando Angkatan Laut untuk menyerang Kerajaan Naples. Pada Juli 1537 beliau mendarat di Otranto dan merebut kota tersebut, begitu juga dengan Benteng Castro dan kota Ugento di Pubglia. Pada Agustus 1537, Lütfi Pasha dan Barbarossa memimpin armada angkatan laut Utsmaniyyah yang sangat besar yang menaklukkan pulau Aegia dan Ionia milik Republik Venisia, pulau-pulau yang berhasil direbut adalah Syros, Aegina, Ios, Paros, Tinos, Karpathos, Kasos dan Naxos. Pada tahun yang sama Barbarossa merebut Corfu dari Venisia dan sekali lagi menyerbu Calabria. Kekalahan yang berturut-turut tersebut menyebabkan Venisia mendesak Paus Paul III untuk menggalang “Liga Suci” (Holy League) untuk menghadapi Utsmaniyyah.

Pada Februari 1538, Paus Paul III berhasil menggalang Liga Suci (gabungan Kepausan, Spanyol, Kekaisaran Roma, Republik Venisia serta para Ksatria Malta) berhadapan dengan Utsmaniyyah, namun Barbarossa mengalahkan armada gabungan tersebut yang dikomandoi oleh Andrea Doria di Pertempuran Preveza pada September 1538.

Pada musim panas 1539 Barbarossa menaklukkan pulau Skiathos, Skyros, Andros dan Serifos serta merebut kembali Castelnuovo dari tangan Venisia, yang sebelumnya pernah direbut dari Utsmaniyyah setelah perang Preveza. Beliau juga menaklukkan daerah sekitar Istana Risan dan kemudian menyerang benteng-benteng Venisia, Cattaro juga benteng Spanyol, Santa Veneranda yang berdekatan dengan Pesaro. Barborossa kemudian mengambil alih sisa pos militer Kristen terluar di Ionian serta Laut Aegia. Venisia akhirnya terpaksa menandatangani perjanjian perdamaian dengan Sultan Sulaiman pada Oktober 1540, menyetujui mengakui wilayah perairan Utsmaniyyah serta membayar 300.000 dukat emas.

Sultan Sulaiman and Barbarossa

Pada September 1540, Kaisar Charles V mengontak Barbarossa dan menawarkan beliau untuk menjadi pimpinan Laksamana serta penguasa daerah kekuasaan Spanyol di Afrika Utara, namun Barbarossa menolak tawaran tersebut. Gagal merayu Barbarossa untuk berpindah sisi, pada Oktober 1541, Charles sendiri berusaha mengepung Aljazair, berusaha mengakhiri ancaman corsair terhadap daerah kekuasaan Spanyol dan kapal-kapal Kristen di bagian barat Mediterania. Saat itu, cuaca sangat tidak ideal untuk misi semacam itu dan baik Andrea Doria yang ditunjuk memimpin armada serta Si tua Herman Cortés yang diminta oleh Charles untuk ikut serta pada misi ini, berusaha untuk merubah pendirian Kaisar namun tidak berhasil. Seperti yang telah diduga, badai ganas mengganggu operasi pendaratan Charles. Andrea Doria membawa armadanya menjauh ke lautan lepas untuk menghindari karam, namun banyak dari armada Spanyol terdampar. Setelah beberapa pertempuran penuh keragu-raguan di daratan, Charles terpaksa mengabaikan misinya dan menarik pasukannya yang telah habis-habisan digempur.

Pada 1543 Barbarossa menuju Marseilles untuk membantu Prancis, dan kemudian hari menjadi sekutu Kekhalifahan Ustamaniyyah, lantas melayari bagian barat Mediterania dengan armada 210 kapal (70 kapal perang, 40 galliots dan 100 kapal perang lainnya membawa 14.000 tentara Utsmaniyyah, jadi total sekitar 30.000 pasukan Utsmaniyyah). Dalam perjalanannya, ketika melewati Selat Messia, Barbarossa meminta Diego Gaetani, gubernur Reggio Calabria, untuk menyerahkan kotanya. Gaetani merespon dengan menembakkan meriam, yang mana membunuh tiga orang pelaut Utsmaniyyah.

Barbarossa murka atas respon tersebut, mengepung dan menaklukkan kota Reggio Calabria. Beliau kemudian mendarat di pantai Campania dan Lazio dan dari mulut Tiber mengancam Roma, namun Perancis mengintervensi usaha tersebut sebagai bantuan atas kota milik Kepausan. Barbarossa kemudian menyerang beberapa pulau Italia dan Spanyol serta pemukiman di pantau sebelum mengepung Nice dan menaklukkan kota itu pada 5 Agustus 1542 atas bantuan Raja Prancis Francois I. Barbarossa Sang Kapten Turki kemudian mendarat di Antibes dan Île Sainte-Marguerite dekat Cannes, sebelum menyerbu kota San remo, pelabuhan Liguria lainnya, Monaco dan La Turbie. Beliau menghabiskan musim dingin bersama armadanya dan sebanyak 30.000 pasukan Utsmaniyyah di Taulon, namun beberapa kali mengirimkan kapal-kapalnya dari sana untuk memborbardir pantai Spanyol. Masyarakat Kristen saat itu telah mengungsi dan Katedral st Mary di Toulon diubah menjadi masjid guna kepentingan pasukan Utsmaniyyah beribadah, sementara itu mata uang Utsmaniyyah juga diterima untuk transaksi oleh pedagang Prancis di kota.

Pada musim semi 1544, setelah menyerbu San Remo untuk kedua kalinya dan mendarat di Borghetto Santo Spirito dan Ceriale, Barbarossa mengalahkan armada Spanyol-Italia lainnya dan menyerbu sampai ke pedalaman kerajaan Naples. Beliau kemudian berlayar dengan 210 kapal dan mengancam untuk menyerang kota kecuali musuh membebaskan Turgut Reis, yang mengabdi sebagai budak kapal perang Genoa dan kemudian ditahan di kota sejak penangkapannya di Corsica oleh Giannettino Doria pada 1540, Barbarossa diundang oleh Andrea Doria untuk membicarakan masalah tersebut pada istananya di distrik Fassolo, Genoa, dan kedua laksamana ini berdiskusi untuk pembebasan Turgut Reis diganti dengan 3500 emas dukat. Barbarossa kemudian sukses menangkal serangnan serangan Spanyol atas bagian selatan Prancis, namun dipanggil kembali ke Istanbul setelah Charles V dan Sulaiman menyetujui sebuah perjanjian gencatan senjata pada 1544.

Setelah meninggalkan Provence dari pelabuhan Île Sainte-Marguerite pada Mei 1544, Barbarossa menyerang San Remo untuk ketiga kalinya, dan ketika beliau mendekati Vado Ligure, Republik Genoa mengirimkan Barbarossa uang yang sangat banyak untuk menghindari kota-kota Genoa lainnya dari serangan lebih lanjut. Pada Juni 1544 Barbarossa mendekati Elba. Mengancam untuk memborbardir Piombino kecuali kota tersebut membebaskan putra dan Sinan Reis yang 10 tahun sebelumnya ditangkap oleh Spanyol di Tunisia, Barbarossa mendapatkan keinginannya. Beliau kemudian menaklukkan Castiglione della Pescaia, Talamone dan Orbetello di Propinsi Grosessto, Tuscany. Dari sana Barbarossa menghancurkan makam dan membakar sisa-sisa mayat Bartolomeo Peretti, yang telah membakar rumah ayahnya di Mytilene-Lesbos pada tahun sebelumnya, di 1543. Barbarossa kemudian menaklukkan Montani dan mendudukan Porto Ercole serta Pulau Giglio. Beliau kemudian menyerang Civitavecchia, namun Leone Strozzi, utusan dari Prancis, meyakinkan beliau untuk membatalkan pengepungan itu.

Armada Utsmaniyyah kemudian menyerbu pantai Sardinia sebelum tiba di Ischia dan mendarat di sana pada Juli 1544, menaklukkan kota juga Forio dan Pulau Procida sebelum mengancam Pozzuoli. Menghadapi 30 kapal perang dibawah komando Giannettino Doria, Barbarossa memaksa mereka untuk berlayar menjauh menuju Sisilia dan mencari perlindungan di Messina. Karena angin yang kencang armada Utsmaniyyah tidak dapa menyerang Salerno namun berhasil untuk mendarat di Teluk Palinuro tidak jauh dari Salerno. Barbarossa kemudian memasuki Selat Messina dan mendarat di Catona, Fiumara dan Calanna dekat Reggio Calabria dan kemudian di Cariati dan Lipari, yang mana menjadi pendaratan terakhirnya di semenanjung Italia. Dari sana Barbarossa memborbardir benteng kota selama 15 hari setelah kota tersebut menolak untuk menyerah, dan akhirnya menaklukkannya.

Barbarossa akhirnya kembali ke Istanbul dan pada 1545 meninggalkan kota Istanbul untuk ekspedisi lautnya yang terakhir, yang mana selama ekspedisi tersebut memborbardis pelabuhan-pelabuhan di daratan utama Spanyol dan mendarat di Majorca dan Minorca untuk terakhir kalinya. Beliau kemudian berlayar kembali ke Istanbul dan membangun istana di Bosphorus, saay ini menjadi bagian dari distrik Büyükdere.

Bendera Angkatan Laut Khairuddin Barbarossa

Bendera yang dipasang Oruç dan Hizir di kapal mereka adalah sebuah bendera berwarna hijau mengandungi kaligrafi doa “Nashrun minallaah wa fathun qariib wa basysyiril Mu’miniin, ya Muhammad”, empat nama Khulafaur Rasyidin, pedang Zulfikar dan bintang segi enam Yahudi (Bintang David) karena anak kapal yang dipimpin kedua bersaudara ini terdiri daripada orang-orang Islam dari bangsa Moor, Turki, dan Sepanyol, serta beberapa orang Yahudi.

Bendera armada laut Khairuddin Barbarossa mungkin membingungkan karena terdapat Bintang David, simbol Yahudi yang digunakan oleh Israel saat ini. Pun begitu, bendera tersebut bukanlah simbol Yahudi. Pada saat abad pertengahan, bintang ini adalah simbol Islami dikenal dengan Segel Sulaiman dan sangat terkenal diantara penduduk Beyliks dari Anatolia. Segel tersebut juga digunakan oleh Khilafah Utsmaniyyah dalam dekorasi masjid mereka, koin dan bendera pribadi para Pasha, termasuk Khairuddin Barbarossa. Negara lain yang juga diketahui menggunakan segel ini dalam bendera mereka adalah Candaroğlu. Menurut atlas A. Cresques’ Catalan tahun 1375, bendera Karamanoğlu terdiri atas bintang 6 sudut.

Masa Pensiun dan Kematiannya

Barbarossa pensiun di Istanbul pada 1545, menjadikan putranya Hassan Pasha sebagai penerusnya di Aljazair. Beliau kemudian mendiktekan memoir-nya kepada Muradi Sinan Reis. Memoir tersebut terdiri atas lima volume tulisan tangan dan dikenal dengan “Gazavat-ı Hayreddin Paşa” (Kenangan-kenangan dari Khairuddin Pasha). Saat ini kelima-limanya dipertunjukkan di Istana Topkapi dan Perpustakaan Universitas Istanbul. Memoirs tersebut disusun dan diterbitkan oleh BKY-Babıali Kültür Yayıncılığı dengan judul Kaptan Paşa’nın Seyir Defteri (Catatan Perjalanan Kapten Pasha) oleh seorang akademisi Turki Prof. Dr. Ahmet Şimşirgil. Memoir tersebut juga dijadikan buku fiksi berjudul “Akdeniz Bizimdi” (Mediterrania Milik Kita) oleh M. Ertuğrul Düzdağ.

Barbarossa Hayreddin Pasha meninggal pada tahun 1546 di Istana pantai di sekitar Buyukdere Konstantinopel, di tepi barat laut Bosphorus. Ia dimakamkan di makam (türbe) dekat pelabuhan feri dari distrik Besiktas, sisi Eropa dari Istanbul, yang dibangun pada 1541 oleh arsitek terkenal Mimar Sinan, di tempat di mana armadanya dibentuk.

Tokoh Jahat

Orang-orang Barat selalu mendiskreditkan Barbarossa sebagai seorang bajak laut yang jahat. Dalam berbagai kisah fiksi yang mereka buat, ia digambarkan sebagai lelaki “Barbar” yang tidak beradab.

www.fimadani.com  di arsipkan ari noor

Friday 12 April 2013

Syiah 2 kali Lakukan Upaya Pembunuhan Shalahuddin Al-Ayyubi

Anda pernah mendengar istilah Assasins? Atau bahkan menonton film “Assassin’s Creed”?. Tahukah Anda bahwa sesungguhnya Assains adalah kelompok pasukan elit yang dimiliki Syiah Ismailiyah?. Dan ternyata, pasukan ini pula yang melakukan upaya pembunuhan terhadap pahlawan Islam pembebas Al Quds, Shalahuddin Al Ayyubi.
Adalah Prof Dr Ali Muhammad Ash Shalabi, sejarahwan Islam kontemporer, melalui buku karyanya, “Shalahuddin al Ayyubi, wa Juhuduhu fil Qadha’ ala Daulah al Fatimiyah wa Tahriri Baitil Maqdis”, yang mengungkap dua kali upaya pembunuhan terhadap Shalahudin oleh pasukan bentukan tokoh Syiah Ismailiyah, Hasan Ash-Shabah.
Munculnya pasukan Assasins, atau dalam istilah Arabnya “Al-Hasyisyiyah”, tidak terlepas dari keberadaan Dinasti Fathimiyah (Ubaidiyah) di Mesir.
Seperti ditulis Shalabi, setelah Sultan Dinasti Ubaidiyah, Al-Mustanshir, meninggal pada tahun 487 H (1094 M) kelompok Syiah Ismailiyah terpecah menjadi  dua golongan: An-Nizariyah dan Al-Musta’liyah. Golongan An-Nizariyah meyakini bahwa putra tertua Al-Muntashir yang bernama Nizar paling berhak menduduki kursi kepemimpinannya, setelah ayahnya. Kelompok ini dipimpin oleh Al-Hasan Ash-Shabah di negeri Persia. Pengikut mereka dikenal sebagai golongan Al-Hasyisyiyah atau Al-Bathiniyah. Sementara golongan Al-Musta’liyah adalah para pengikut Al-Musta’li, yaitu putera kedua dari Al-Mustanshir.
Al-Hasan Ash-Shabah sebagai pemimpin sekte Nizariyah atau Al-Hasyisyiyah, adalah seorang yang tumbuh di negeri Persia dan mengikuti ajaran Ismailiyah sejak muda. Ia pernah menjadi tamu kehormatan Al-Mustanshir selama 18 bulan lebih. Mengunjungi Mesir dan bertemu dengan Al-Mustanshir. Al-Mustanshir memberinya bantuan dana dan memintanya agar mengajak orang-orang di negeri non Arab agar mengakui keimamannya.
Secara politik, Hasan Ash-Shabah menetapkan kedudukan Nizar sebagai penguasa setelah Al-Mustanshir, dan tidak mengakui kedudukan Al-Musta’li. Lalu ia menyebarkan seruannya tentang otoritas Nizar dan menganggap dirinya sebagai wakil imam, dalam rangka mendirikan Dinasti Isma’iliyah yang baru di wilayah Timur dekat.
Hal itu dilakukan setelah dia tiba di Ishfahan pada tahun 473 H. Ketika ruang geraknya dipersempit oleh Nizhamul Mulk, ia pun berangkat ke Qazwin dan berhasil menguasai Benteng Alamut dan menjadikan tempat itu sebagai pusat aktivitas kelompoknya. Dari sini berkembang seruannya, para pengikutnya semakin bertambah banyak di seluruh negeri. Dan dari sini pula operasi pasukan Al-Hasyisyiyah dikendalikan.
Hasan Ash-Shabah dan para pengikutnya sangat membenci golongan Ahlus Sunnah. Gerakan Isma’iliyah Al-Bathiniyah terus meluas. Mereka memiliki sejumlah benteng penting di wilayah Syam, seperti Qadmus, Ulaiqah, Kahf, Mashyaf, dan lain-lain. Mereka sangat terpukul dengan lenyapnya Dinasti Ubaidiyah dan tampilnya madzhab Sunni berkuasa di Mesir.
Mereka merasakan bahaya sedang mengancam sekte Syiah Isma’iliyah di negeri Syam. Apalagi Nuruddin Mahmud telah membatasi perluasan gerakan mereka di sebelah Timur negeri itu. Dalam posisi ini, mereka menunjuk Rasyiduddin bin Sinan Al-Bashri (atau Syaikh Al-Jabal) pada tahun 558 H untuk menyusup ke wilayah Syam, untuk melakukan konsolidasi kelompok Syiah Ismailiyah.
Syiah Bathiniyah (Al Hasyiyun) menaruh dendam kepada Shalahuddin, karena dia telah meruntuhkan Dinasti Fathimiyah (Ubaidiyah) di Mesir) dan berusaha menyatukan wilayah Syam dengan Mesir.
Gerakan Shalahuddin merupakan ancaman bagi eksistensi mereka. Maka Rasyiduddin menjalin kerjasama dengan orang-orang salib dan keluarga Zanki untuk menghabisi Shalahuddin.
Rasyiduddin adalah pemimpin kelompok Isma’iliyah dan tokoh durjana mereka. Nama lengkapnya, Sinan bin Salman bin Muhammad Al-Bashri, Al-Bathini, tokoh penting kelompok Nizariyah. Ia dikenal mempelajari filsafat dan sejarah umat manusia, memiliki keberanian, kecerdikan, dan tipu muslihat.
Kelompok Syiah Isma’iliyah telah dua kali melakukan percobaan pembunuhan terhadap Shalahuddin.

Pertama,
Rasyiduddin Sinan menugaskan sejumlah pengikutnya pergi ke kamp pasukan Shalahuddin dengan menyamar sebagai prajurit. Penyamaran mereka sempat diketahui oleh seorang Emir bernama Khamartekin, tetapi tokoh itu cepat-cepat mereka bunuh. Mereka berhasil menyusup ke kemah Shalahuddin di tengah kamp pasukannya. Saat muncul kesempatan, salah seorang dari mereka langsung menyerang Shalahuddin, namun berhasil digagalkan; lalu pelaku penyerangan itu dibunuh sebelum berhasil melaksanakan niatnya.
Kegagalan ini membuat kawan-kawannya bertempur mati-matian untuk mempertahankan diri, sebelum akhirnya mereka semua dibunuh. Rasyiduddin memandang penting operasi ini, sebab sejak Shalahuddin memasuki negeri Syam, dia telah menjelma menjadi musuh utama bagi sektenya.
Kedua, pada bulan Dzul Qa’adah tahun 571 H (Mei 1176 M) Rasyiduddin kembali mengirim sejumlah pengikutnya dengan menyamar sebagai prajurit. Mereka berhasil memasuki kamp pasukan Al-Ayyubi saat mengepung Benteng Azaz. Mereka bertempur langsung bersama tentara Shalahuddin dan berbaur dengannya seraya menantikan kesempatan untuk menyerang. Selagi pasukan sedang disibukkan dengan pengepungan benteng, Shalahuddin lewat di dekat  kemah Emir Jadali Al-Asadi untuk memompa semangat prajuritnya. Ketika itulah salah seorang dari kelompok Isma’iliyah menyerang dan menikamnya dengan sebilah pisau ke arah kepala.
Alhamdulillah, waktu itu Shalahuddin mengenakan topi baja, sehingga serangan tersebut tidak melukainya. Pelaku kemudian mengulangi serangan dan berhasil melukai pipinya. Tetapi dia berhasil ditangkap Emir Saifuddin Yazakuj dan dibunuhnya. Lalu orang kedua dari mereka hendak menyerang Shalahuddin; tetapi ia segera dihadang oleh Dawud bin Mankalan yang berhasil membunuhnya. Lalu orang ketiga menyerang lagi, tetapi segera dicegat oleh Emir Ali Abu Al-Fawaris dan ditikam oleh Nashiruddin bin Shirkuh hingga tewas. Sementara orang keempat berusaha kabur, namun para prajurit berhasil menangkapnya, lalu membunuhnya.
Setelah kejadian itu, para prajurit Islam mengalami guncangan. Mereka menyadari bahwa pengamanan di sekitar Sultan sangat rapuh, sehingga bisa ditembus para penyusup. Sejak saat itu, Shalahuddin menerapkan penjagaan super ketat, sampai-sampai ia memasang menara dari kayu di sekeliling tendanya. Orang-orang yang tidak jelas asal-usulnya, tidak diperbolehkan mendekati kemah Sultan.
Makar kaum Syiah Isma’iliyah telah membuat Shalahuddin menetapkan mereka sebagai target. Dia mengirim surat ancaman kepada Rasyiduddin Sinan, lalu dibalas dengan surat yang bernada menantang Shalahuddin.
Pada bulan Muharram tahun 572 H (Juli tahun 1176 M) Shalahuddin mengepung benteng-benteng Syiah Isma’iliyah dan memasang sejumlah manjanik besar untuk meruntuhkan tembok-tembok mereka. Hasilnya, Shalahuddin berhasil menewaskan sejumlah besar pengikut mereka, menawan mereka, merampas ternak mereka, menghancurkan rumah-rumah mereka, merobohkan bangunan-bangunan mereka, menghancurkan tanggul-tanggul perlindungan mereka. Hal ini terus berjalan, sampai paman Shalahuddin, Syihabuddin Mahmud Takusyi (penguasa Hamah) memintakan syafaat untuk mereka. Hal itu terjadi setelah kaum Syiah itu berkali-kali mengirim surat kepada Syihabuddin dan meminta hak kepadanya sebagai tetangga. Maka Shalahuddin pun meninggalkan mereka, setelah berhasil menghukum dan melumpuhkan kekuatan mereka.
Kekalahan ini memaksa kelompok Hasyiyun untuk mengadakan kesepakatan damai dengan Shalahuddin. Mereka memilih untuk bersikap netral daripada memposisikan Shalahuddin sebagai musuh.
Setelah kejadian itu, berbagai sumber sejarah tidak pernah mencatat adanya bentrokan secara langsung antar Shalahuddin dan pengikut sekte sesat itu.
Menurut Ibnu Al-Atsir, setelah itu ada kerjasama antara Shalahuddin dengan Rasyiduddin. Shalahuddin meminta Ibnu Sinan untuk membunuh Richard dan Conrad Marquis de Montferrat (penguasa Shur/Tyre). Akan tetapi Ibnu Sinan khawatir Shalahuddin akan berlepas tangan dari musuh-musuhnya, sehingga kelompok Hasyisyiyah harus menanggung serangan kaum salib sendirian. Mereka hanya mau melakukan pembunuhan terhadap Conrad dan menolak untuk membunuh Richard.

Sumber: Suara Islam di arsipkan : ari noor

Monday 25 March 2013

Muhammad Al Fatih –Sang Penakhluk

sultan-muhammad-4“Ini adalah kisah ketika dunia hanya mengenal dua wilayah, Barat dan Timur. Ini adalah persaingan antara dua negara; Imperium Romawi dan Khilafah Islam. Ini adalah cerita saat dunia terpolarisasi menjadi dua bagian; Kristen dan Islam. Ini adalah epik antara dua kekuasaan; Byzantium dan Utsmani.”
Saat itu Muhammad Al Fatih adalah seorang pemuda yang umurnya baru menginjak 21 tahun. Namun dengan kedekatan kepada Tuhannya serta dengan segala persiapannya untuk mengemban misi para pendahulunya di Turki Utsmani, akhirnya ia berhasil menaklukkan sebuah peradaban terbaik pada masa itu. Sejarah pasti akan berulang, Muhammad Al Fatih  menyampaikan fakta bahwa pernah ada suatu masa di mana umat Islam berhasil menguasai sebagian wilayah dunia.
Kita harus bisa belajar dari sejarah umat terdahulu, agar kita dapat melihat pola keberhasilan yang dicapai umat terdahulu dan juga belajar dari kesalahan-kesalahan mereka agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa yang akan datang. Apa yang beliau lakukan sampai akhirnya beliau mampu menaklukan Konstantinopel bukanlah proses yang mudah. Beliau memulainya dengan perencanaan yang matang. Mulai dari menyiapkan persenjataan, menyiapkan para Al-Ghazi(pasukan yang berjuang untuk islam) terbaik, melakukan banyak negosiasi dengan Negara-negara lain dan menjalin koalisi, serta mempersiapkan segala keperluan logistik untuk pasukan di sepanjang perjalanan.
Sampai akhirnya, pada 29 Mei 1453, beliau benar-benar merealisasikan hadits Rasulullah yang disampaikan sekitar delapan abad sebelumnya. Ia membuktikan bahwa Ia adalah sebaik-baiknya pemimpin dan pasukannya adalah sebaik-baiknya pasukan.
Penuh Inspirasi dan Pembelajaran
Sebuah taktik perang yang terperinci dan memiliki element of surprise, begitulah gambaran sebuah taktik perang ala Muhammad Al Fatih. Disaat yang paling genting dalam upaya penaklukan Konstantinopel, seorang Muhammad Al Fatih mampu menelurkan sebuah ide yang terbilang sangat mustahil dilakukan oleh manusia. Pasukan Al Fatih berhasil memindahkan 72 kapal perang dari selat Bosphorus untuk mengarungi dataran Galata menuju Teluk Tanduk Emas layaknya tengah berlayar dilautan.
Muhammad Al Fatih adalah seorang sultan yang memiliki kemampuan untuk “see beyond the eye can see”. yaitu melihat lebih daripada yang bisa dilihat oleh mata manusia. Ia sangat yakin akan sabda Nabi. Keyakinan ini secara langsung berdampak pada pandangannya dalam menjalani kehidupan. Ia memiliki Aqidah yang kuat dan keimanan yang membuatnya mampu meyakini apa yang tidak mudah dipercayai oleh manusia. Pandangan serta impiannya seakan jauh melampaui kehidupan dunia itu sendiri.
Dari seorang Al Fatih, kita belajar bahwa kemenangan yang didapatkan Islam hanya bisa dicapai atas izin Allah. Pemimpin penaklukan tersebut diberikan gelar pemimpin terbaik bukan hanya karena semata-mata berhasil membebaskan Konstantinopel tetapi juga karena kedekatan Beliau kepada Sang Maha pencipta. Muhammad Al Fatih mungkin menjadi satu-satunya pemimpin yang tak pernah meninggalkan salat rawatib sejak ia aqil baligh sampai saat wafatnya. Ia juga tak pernah meninggalkan salat tahujud ditengah malam untuk berdialog dengan Allah dikeheningan pada sepertiga malam.