Sources : REPUBLIKA.CO.ID,

Tidak semua orang pergi haji
mengetahui benar apa makna haji. Tidak jarang orang pergi ke Tanah Suci
karena didorong oleh riya atau ingin pamer betapa dirinya bisa naik
haji.
Alkisah, seorang juragan tembakau asal Gunung Sumbing sudah sejak
lama ingin pergi ke Tanah Suci. Nah, karena kebetulan hasil panen
melimpah dan mendapat tawaran harga cukup tinggi, maka tahun itu pula
keinginan untuk berhaji terpenuhi.
Sebut saja Mundiran, usia sekitar 68 tahun. Karena memiliki uang dan
merasa telah kaya, maka tidak mengherankan bila perangainya sedikit
berubah. Apalagi, ia dinyatakan masuk dalam daftar haji yang
diberangkatkan.
Hampir setiap hari ia mendatangi tetangga dan sanak saudaranya untuk
mengabarkan jika tidak lama lagi dirinya bakal jadi haji. Bahkan, karena
sikapnya yang sedikit berubah jadi tinggi hati itu, membuat ia merasa
tahu segala-galanya, termasuk soal seluk-beluk perhajian. Ketika acara
manasik haji ia pun selalu berlagak sok tahu.
Ketika ditanya oleh Ustaz Gufron perihal rukun haji, Mundiran selalu
manggut-manggut dan menjawab ''Sudah tahu ustad.'' Sang ustaz pun
manggut-manggut pula.
''Apa makna Wukuf?,...''
''Tahu ustad,''
''Apa makna sai?...''
''Juga tahu ustad,''
''Kalau lempar jumrah,''
''Lempar setan,''
''Bagus,... bagus,'' kata ustaz manggut-manggut.
Merasa sudah tahu segalanya, ketika berada di Tanah Suci, Mundiran
benar-benar mantab. Semua ritual haji diikuti secara khusyuk. Nah,
giliran lelaki tua ini melempar jumrah, ia sedikit kebingungan.
Sementara orang-orang begitu saja melemparkan kerikil yang
dipegangnya, ia hanya terbengong-bengong, seperti menunggu sesuatu.
Bahkan hingga hampir magrib Mundiran masih berdiri ditempat melempar
jumrah, sambil matanya mencari-cari sesuatu. ''Mana setannya, mana
setannya...saya sudah pengin melempar nih,'' gumamnya.
Mendadak seseorang menepuk bahunya. ''Lagi
ngapaian pak?'' ''
Nunggu setan,
seperti kata ustaz Gufron, kalau tidak ada yang lewat mana mungkin saya
bisa lempar jumrah.'' Mendengar jawaban itu, orang tadi ngloyor sambil
tersenyum sendirian.
Diarsipkan : Ari Noor
No comments:
Post a Comment